Mengurai Dampak Krisis Iklim bagi Perempuan Melalui Arisan Ekologis
“Banyak hal yang berubah sekarang dulu air ga beli sekarang beli untuk kebutuhan sehari-hari” tutur Silvi pegiat Persatuan Perempuan Kreatif dari desa Pelabuhan Kecamatan Plandaan Kabupaten Jombang. Siang menjelang sore belum dimulai diskusinya, menunggu satu persatu perempuan kelompok ini ada yang masih di ladang atau menyelesaikan pekerjaan domestik lain tentunya. Saat ini sedang musim panen tembakau, menurut cerita Silvi Kawasan Plandaan dibanding dengan kecamatan lain lebih cocok ditanami tembakau tidak mudah terserang hama. “Kebutuhan air untuk menyiram tembakau menambah ongkos produksi” terangnya lagi.
Komunitas Persatuan Perempuan Kreatif salah satu komunitas dampingan WCC (Women Crisis Center) Jombang dalam pertemuan arisan kali ini pada Senin, 14 Oktober 2024 bertempat di kediaman Silvi desa Pelabuhan mendiskusikan Perempuan dan Krisis Iklim dengan pemateri Ayu Nuzul dari Sanggar Hijau Indonesia. Dimulai dari identifikasi kebutuhan perempuan dari alam akhirnya mengurai persoalan ekologi yang terjadi di desa ini seperti desa sekarang panas karena tidak ada lagi hutan, krisis air, musim tak menentu sehingga rawan gagal panen, hilangnya tanaman liar kebutuhan pangan, dan ketergantungan bibit, pupuk, dan pestisida kimia.

Kerusakan lingkungan berdampak pada kekerasan terhadap perempuan, Ayu Nuzul memberikan sebuah pertanyaan “apakah ada kerusakan lingkungan yang tidak berdampak terhadap perempuan?, misal seperti krisis air dimana pagi hari yang biasanya perempuan memasak mencuci, memandikan anak harus mencari air dulu sehingga butuh waktu dan pekerjaan tambahan artinya beban perempuan semakin berlapis”. Dari persoalan krisis air biasanya sarapan untuk keluarga sudah tersedia sejak pagi, timbullah ketegangan-ketegangan pada gilirannya potensi terjadi kekerasan terhadap perempuan.
Suwarni menceritakan bagaimana kebutuhan rumah tangga semakin tinggi “bulan ini untuk bayar air lebih dari seratus ribu belum listriknya”. Suwarni sehari-hari sebagai petani, kemampuan yang didapat sejak dia kecil dimulai ikut membantu orang tuanya. Sekarang ia menjadi petani perempuan bisa menanam berbagai tanaman dari padi, cabe, tembakau, dan berbagai sayuran.

Mulai dari identifikasi kebutuhan terhadap alam, terurai masalah-masalah lingkungan yang sehari-hari mereka hadapi sebagai perempuan yang lekat dengan alam seperti air yang menjadi hal penting untuk memasak, mencuci, mandi, dan kegiatan domestic lain. Lebih lanjut, pemaparan sebab-sebab sumber mata air desa yang sebelumnya dimiliki publik menjadi tersentral dikelola privat sehingga warga harus membayar untuk bisa mengakses air. Belum lagi kehadiran pabrik ternak ayam menimbulkan pencemaran seperti munculnya banyak lalat sangat mengganggu kehidupan sehari-hari warga. Di akhir proses diskusi kali ini, selanjutnya muncul sebuah pertanyaan apa yang harus kita lakukan?. Hal ini menjadi sebuah refleksi bahwa melihat alam ibarat ibu yang memberikan kehidupan. Jika alam rusak rusak pula kehidupan. Admin