Pers Release: Masa Depan Lingkungan Kabupaten Jombang di Tangan Calon Bupati

sumber gambar: jombang.nu.or.id

Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat” demikian sistem demokrasi yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaualatan. Rakyat adalah tuan itu sendiri, untuk melaksanakan mandat politik rakyat melalui pembantunya yang kita kenal sebagai “wakil rakyat” agar melaksanakan seluruh tugas dan tanggung jawab yang menjadi keinginan atau kepentingan rakyat. Sebagaimana pula kepala daerah kabupaten yakni bupati adalah pembantu rakyat yang menjalankan fungsi eksekutif, dikontrak berkala melalui pilkada.

Momentum pilkada Kabupaten Jombang 2024 memiliki 2 calon No 1 MuRah (Mundjidah-Sumrambah) dan No 2 WarSa (Warsubi-Salman) yang diusung partai politik. Siapa nantinya yang terpilih harapannya mampu menjalankan mandat rakyat mewujudkan “pembangunan” di Kabupaten Jombang. “Pembangunan” harus diberi tanda petik kalo perlu garis bawah, pasalnya diksi ini kerap dipakai kepala daerah dalam menjalankan fungsi eksekutifnya, namun dimaknai secara dangkal sebatas “proyek”, “infrastruktur”, “betonisasi”, “fisik”. Implementasi yang cenderung positivistik, indicator material sehingga wujud tata pemerintahan nyaris melulu “fisik”. Pembangunan sumber daya manusia yang bersifat edukasi dan pemberdayaan seringkali tidak tersentuh, alasan susah diukur dan tidak terlihat hasil fisiknya. Implementasi APBD atau anggaran lain habis terserap untuk operasional saja sementara untuk program apalagi bersifat pembangunan manusia untuk edukasi atau pemberdayaan nilainya sangat kecil. Harus diakui pembangunan infrastruktur sangat dibutuhkan, namun dalam implementasinya menjadi pilihan favorit kepala daerah, disisi lain muncul potensi celah dugaan korupsi.

Berdasarkan data Seknas Fitra mengutip KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan ICW (Indonesia Corruption Watch) 2018 ada 241 kasus korupsi 241 kasus korupsi dan suap yang terkait pengadaan sektor infrastruktur pada 2017. Lebih lanjut, mengutip Seknas Fitra “Korupsi proyek pembangunan infrastruktur transportasi menempati peringkat pertama dengan 38 kasus dan membuat kerugian negara mencapai Rp 575 milyar, diikuti oleh penyimpangan proyek infrastruktur pendidikan 14 kasus dengan nilai kerugian negara Rp 43,4 milyar, dan korupsi pembangunan infrastruktur desa sebanyak 23 kasus dengan kerugian negara Rp 7,9 milyar”. Parahnya penyumbang kasus korupsi di daerah pada 2022, tertinggi adalah Jawa Timur.

Catatan lain ICW adalah korupsi di pengelolaan SDA dengan model merambah hutan baik ilegal, penebangan di kawasan konservasi, memanipulasi perizinan, sampai tidak membayar dana reklamasi. Memakai broker untuk mengurus perizinan, menggunakan proteksi (back-up) dari oknum penegak hukum serta memanfaatkan posisi sebagai penyelenggara negara untuk perusahaan pribadi (Mongabay:2014). Cara-cara seperti ini pada gilirannya menimbulkan dampak berupa kerusakan lingkungan karena dalam cara kerja kebijakan, keberlanjutan ekologis kerap diabaikan.

Sanggar Hijau Indonesia sebagai organisasi masyarakat sipil yang bergerak di isu lingkungan memberikan catatan kepada kepala daerah Kabupaten Jombang yang terpilih pada pemilukada 27 November 2024 mendatang. Dalam kinerja ke depan harus memperhatikan dan mendorong kebijakan pro lingkungan. Perlu diperhatikan, lingkungan acap kali menjadi aspek yang gratis (tak berbayar) dalam perhitungan ekonomi pembangunan. Untuk mendorong pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Jombang yang berwawasan lingkungan selain berupa fisik, juga perlu melakukan pembangungan manusia yang terejawantahkan melalui kebijakan yang diturunkan dalam tiap program kerja daerah. Adapun beberapa catatan antara lain:

  1. Perlindungan Sumber Daya Alam

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Jombang, ada 146 desa masuk dalam kategori rawan bencana. Bencana terjadi karena kualitas lingkungan mengalami penurunan, ketika desa menjadi wilayah rawan bencana maka akan semakin tinggi resiko bencananya. Misal anomali hujan terjadi karena perubahan iklim, sementara dalam penanganan berbasis mitigasi absen dalam hal pendekatan ekologi. Mitigasi kebencanaan, melulu soal alokasi dana bantuan berupa logistik, bukan bagaimana bencana itu dicegah. Alam dianggap sebagai benda mati, sementara dalam siklus biosfer kehidupan ada hubungan kausalitas alam. Jika menyakiti alam, maka alam akan bereaksi. Bisa dilihat kawasan hutan Wonosalam sebagai area hulu, selain berkontribusi sumber mata air juga berjasa terhadap kualitas udara di Kabupaten Jombang, menyimpan keanekaragaman hayati daerah. Ironisnya mengalami beberapa persoalan seperti pencurian kayu, pencemaran sungai, dan deforestasi tentunya dengan masifnya pembangunan kawasan wisata. Kondisi ini akan menjadi alarm bahaya lingkungan hidup. Terbukti pada 2016 data BPBD Kabupaten Jombang telah terjadi 20 kejadian banjir, 6 kejadian longsor dan 6 lokasi kekeringan. Kabupaten Jombang memiliki luas hutan terbesar di Jawa Timur, yaitu 20.085,242 ha yang sebagian besar berada di Kecamatan Wonosalam. Sekitar 6.816 Ha luasan lahan sangat krisis di Kabupaten Jombang, 73,5% ada di Kec. Wonosalam. Pemerintah daerah kedepan harus memperhatikan ancaman daya dukung lingkungan. Harus ada pengawasan dan moratorium izin pembangunan yang mengancam lingkungan. Sementara Kawasan lain di utara Brantas, dimana banyak dibuka area pertambangan untuk menunjang pembangunan industri harus ada tanggung jawab reklamasi.  

  • Melindungi lahan pertanian berkelanjutan dari alih fungsi lahan

Menurut Direktur Jenderal Tanaman Pangan pada 2016 Kabupaten Jombang menyumbang sekitar 4% gabah dari kebutuhan nasional, yakni sebesar 476 ribu ton. Kondisi ini justru mengalami paradoks sebab Dinas Petanian mencatat seluas 2000 hektar lahan pertanian berkelanjutan justru lenyap pada 2024. Kepala daerah harus membuat perda perlindungan lahan pertanian berkelanjutan dengan tidak mengurangi luas lahan yang tersisa saat ini, jangan sampai perda justru menjadi legitimasi alih fungsi lahan. Secara ekologis, Kawasan pertanian menjadi area resapan dan daya dukung lingkungan. Tak hanya itu, secara ekonomi, pertanian adalah sektor paling bertahan di tengah gempuran krisis ekonomi global, bahkan data terbaru Bright Institute gelombang PHK (pemutusahn hubungan kerja) dari sektor industri diperkirakan mencapai 70.000 hingga akhir tahun 2024.

  • Penanganan sampah melalui penguatan sistem pengelolaan sampah berbasis komunitas.

Anggaran pengelolaan sampah di Kabupaten Jombang sanggat tinggi mencapai 11 milyar pertahun hanya untuk pengangkutan dari TPS ke TPA, dan pengelolaan akhir di TPA. Pemerintah daerah harus menggalakkan desentralisasi pengolahan sampah melalui pendampingan dan pelatihan dengan memberikan pelatihan rutin kepada masyarakat, terutama PKK, Karang Taruna, dan pengelola bank sampah, tentang pengelolaan sampah berbasis sirkular ekonomi. Sementara itu, Jombang sebagai kota santri banyak berdiri pesantren, pemerintah daerah harus juga harus mendorong pesantren yang ramah lingkungan. Artinya baik masyarakat yang didalamnya ada lembaga harus berbasis 3 R (reduce, reuse, recycle). Program lingkungan berbasis 3 R juga harus menyasar sektor pendidikan melalui edukasi. Menggalakkan kebijakan pengurangan terutama sektor usaha berdasarkan Perbup No. 56 tahun 2022 tentang pembatasan plastik sekali pakai yang menyasar toko retail modern, restoran, café, lembaga pendidikan, dan acara keagamaan melalui pembentukan SK pengawas Perbup untuk menegakkan aturan ini. 

  • Regulasi dan insentif untuk kader lingkungan di desa

Perlunya Peraturan Daerah (Perda) untuk mendorong penerbitan Perda pengelolaan sampah yang mengacu pada target JAKSTRANAS 2025, termasuk sanksi untuk pelanggaran dan insentif bagi pelaku yang berkontribusi pada pengurangan sampah sebagaimana poin No 4. Adapun insentif Kader Lingkungan dengan memberikan berupa dana bantuan atau desa atau komunitas yang berhasil mengelola sampah secara mandiri.

Upaya Perlindungan Sumber Daya Alam perlu dilakukan sebagai berikut:

  • Memastikan keberlanjutan pengelolaan air bersih, perlindungan DAS Brantas, dan penanggulangan kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang ilegal.
  • Mengembangkan program reboisasi berkelanjutan untuk kawasan hutan kritis.
  • Peningkatan upaya perlindungan sumber mata air di wonosalam
  • Moratorium alih fungsi lahan
  • Pembangunan berbasis lingkungan (dari berbagai macam kasus misalnya tidak asal menebang pohon apalagi pohon tersebut tanaman konservasi missal pohon asem, pohon gayam dll)
  • Penanganan limbah industri, pengawasan dan penindakan industry yang melanggar.
  • Pembangunan SDM berupa edukasi Local Hero atau kader lingkungan di Tingkat desa
  • Optimalisasi TPS3R dan peningkatan pembangunan baru disertai jaminan anggaran serta peningkatan kapasitas KSM selama 3 tahun hingga siap menjalankan secara mandiri.
  • SK pengawasan dan penegakan perbup terkait isu lingkungan hidup
  • Insentif kader lingkungan
  • Program pendampingan diproiritaskan kepada pesantren berbasis 3ah metode Si BESUT

Narahubung:  Shanti Ramadhani (0856-3031-711)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *